VIDEO PROLOG

Rabu, 02 Desember 2009

Hotel Majapahit

Hotel Majapahit a.k.a Hotel Oranje
Jalan Tunjungan 65 Surabaya





Hotel bintang lima bercat putih ini ketika dibangun tahun 1910 itu sebenarnya bercat oranye, warna kebangaan kerajaan Belanda. Karena warna catnya itulah hotel ini kemudian dinamakan Hotel Oranje.

Orang umum hanya mengenal hotel di Jalan Tunjungan No 65 ini karena peristiwa bersejarah perobekan bendera Belanda pada tanggal 19 September 1945. kejadian paling heroik di masa revolusi itu terjadi di menara depan bagian utara, namun sayang menara ini kadang luput dari perhatian saat melewati Jalan Tunjungan.

Kamar yang paling bersejarah adalah kamar Merdeka di nomor 33 dan kamar Sarkies nomor 44. Kamar Merdeka adalah kamar yang ditempati Mr W.V.Ch Ploegman saat terjadi perobekan bendera Belanda.

Ploegman adalah agitator yang mengumpulkan sejumlah orang Belanda untuk rapat di kamar ini, kemudian esok harinya pada 19 September 1945 mengibarkan bendera Beloanda yang menjadi sumber masalah. Ploegman akhirnya tewas dicekik di pinggir menara depan setelah menambah Sidik, pemuda perobek bendara.

Ada lagi sebuah kamar paling besar yang dinamakan kamar Sarkies, Sebenarnya tidak pentas dfisebut kamar wujudnya seperti rumah mewah di tengah halaman rumput. Isi kamarnya seperti sebuah rumah. Inilah kamar legendaris yang tempat keluarga Sarkies, pendiri Hotel Oranje setiap kali datang. Sekarang kamar ini menjadi langganan presiden atau orang top luar negeri.

Ketika dibangun sekitar 100 tahun silam, tampak muka hotel ini tidak seperti sekarang. Bangunan paling depan sekaligus menjadi sentral komplkes bangunan ini adalah ballroom. terasnya menjadi lobi. Ada dua menara kubah di kanan kiri teras.

Halaman hotel itu begitu luas, apalagi jalan Tunjungan masih belum selebar sekarang. Ada air mancur di tengah halaman yang menjadi taman. Dibangun pula deretan pohon palem di bagian depan pinggir jalan. Sementara komposisi kamar kamarnya tidak ada yang berubah berubah.

beruntung Surabaya memiliki hotel ini, karena Gedung ini menyimpan obsesi pemiliknya menjadi serba yang terbaik. Pendirinya adalah seorang imigran Yahudi berdarah Armenia, bernama Lucas Martin Sarkies (1852-1912), Dia memimpikan berdiri sebuah hotel yang paling mewah di Hindia Belanda mengungguli Hotel Des Indies yang tersohor di Batavia atau hotel Hotel Preanger yang berdiri sejak tahun 1880 di Bandoeng.

Sebagai raja hotel di timur, Serkies merasa belum lengkap jika tidak memiliki hotel mewah di Hindia Belanda. Padahal pada 1911, dia sukses mendirikan hotel bertingkat pertama di Hindia di tengah tengah perkebunan teh di Lawang Malang. Hotel yang kelak bernama Hotel Niagara dianggap kurang mewah.

Untuk sebuah hotel supermawahnya, Sarkies khusus mengudang arsitek J Afprey, arsitek paling tersohor di luar Surabaya saat itu. Dia diminta merancang bangunan hotel paling mewah dengan arsitektur paling modern dan bahan bangunan paling mahal, sehingga mirip saudara tuanya di Singapura yaitu Raffles Hotel yang didirikan Sarkies pada 1887.

Sang Arsitek merancang bangunannya mirip Raffles Hotel dengan membuat taman di tengah dan membangun kamar kamar yang dibatasiu koridor menghadap taman. koridor itu berfungsi agar udara tropis bebas masuk untuk menghalau gerah.

Sarkies memilih sebidang tanah luas di darah pengembangan Soerabaia akhir abad 18, jalan tunjungan yang saat itu menjadi primadona karena menjadi pusat bisnis baru. Batu pertama pembangunan hotel paling bergengsi itu diletakkan sendiri oleh putra Martin Sarkies yaitu Eugène Lucas Sarkies. Cukup setahun membangun hotel ini bangunan itu resmi beroperasi pada tahun 1911 dengan nama Hotel Oranje.

setalh obsesinya terjawab, Sarkies senior setahun kemudian wafat. Sarkies adalah raja hotel di Asia. selain Raffles Hotel di Singapura yang paling tersohor hingga kini, dia sempat membangun The Strand Hotel di Myanmar pada 1901, The Eastern Hotel pada 1884 dan Oriental Hotel di Penang Malaysia pada 1885, termasuk Hotel Niagara di Lawang, Malang.

Hotel ini langsung menjadi primadona, namun belakangan hotel ini model bangunan dianggap ketinggalan zaman ketika di hindia belanda sedang gandrung langgam arsitektur art deco yang simpel. Sehingga pada 1935, atau saat ulang tahun ke 24 Hotel Oranje pengelola merenovasi hotel ini agar bangunannya tidak dicibir.

sang Sarkies junior bahkan mendatangkan Arsitek paling terkenal di Hindia, Charles Prosper Wolff Schoemaker (1882-1949), untuk merenovasi hotel kuno ini tidak ketinggalan zaman. Namun Schoemaker ternyata tidak merobak total. Dia berhasil memadukan arsitektur sebelumnya dengan bangunan baru di halaman. Hanya dua menara di kanan kiri ballroom itu terpaksa dipenggal, alasannya soal estetika agar wujudnya tidak mengalahkan menara kotak di bangunannya bagian depan.

Perluasan ini berhasil dan menjadikan wajah depan hotel itu seperti sekarang. namun wajah bagian belakang tidak diutak atik sama sekali. Begitu puasnya Sarkies junior mengadakan perhelatan pembukaan lagi atau relaunching Hotel Oranje pada 1936. Perhelatan dihadiri oleh aktor film bisu Inggris Charles Chaplin (1899-1979) bersama calon istri Paulette Goddard (1910-1990).

Saat itu Hotel ini semakin lengkap karena Toko es krim Hoen Kwee dan toko buku Van Dorp menjadi salah satu pengisi ruangan di lobi baru ini. dua toko bermerek pada zamannya.

Namun kemewahan hotel ini sempat tenggelam oleh perang. Pada 1942, Hotel ini sempat tidak terurus. Jepang mengusir keluarga Sarkies dan mengganti nama hotel ini menjadi Yamato Hoteru. Hotel yang berubah menjadi barak militer dan kamp tahanan untuk perempuan dan anak.

Ketika revolusi 1945, gedung ini kembali menjadi Hotel sekaligus tempat palang merah internasional. namun tetap saja suasananya seperti barak. Ketika perang 1945 meletus, bahkan dari atap gedung ini menjadi lokasi pejuang berjibaku. Pada 1945-1949 hotel ini menjadi markas pusat rehabilitasi korban perang atau Rehabilitation of Allied Prisioners of War and Internees.

Baru pada 1950-an hotel ini dinasionalisasikan dan berubah nama menjadi Hotel Majapahit. Semua manajemennya orang Indonesia. Namun sejak saat itu hotel ini tidak lagi bergengsi. Tanpa embel-embel bintang dan jauh dari suasana mewah Baru pada Tahun 1996 jaringan hotel internasional grup Mandarin Oriental melirik hotel ini. Saat itu hotel ini direstorasi, mengembalikan seluruh isi hotel menjadi asli. Semua fasilitas bitang lima dipenuhi.

Parkir diperluas di bagian samping, aula 450 orang melengkapi balroom unik di bagian depan, toko bakery Delia, salon, bar dan restoran eroasia Indigo dan restoran seafood Sarkies didirikan. Ada pula bar Palem di pinggir kolam renang, ada ruang the teh lounge dengan live musik dan jaringan internet tanpa kabel di bagian tengah lobi. Juga bisa ditemukan sauna, pijat, jakusi, termasuk lapangan tenis, spa, gym, serta pusat kebugaran.

Namun mulai 2002, jaringan Mandarin Oriental meninggalkan hotel ini. Dan sejak saat itu bangunan bersejarah ini kembali menyandang nama Hotel Majapahit dengan manajemen layaknya Mandarin Oriental.

Namun kemewahan itu masih terasa hingga sekarang. Makanya jangan lewatkan hotel menawan ini, tidak perlu menginap untuk sekadar mengguminya.



sumber : sawoong.com/index.../Sisa-Kemewahan-Abad-Lalu-Hotel-Orenje.html

1 komentar:

Pengikut